MATERI 2: Remote Sensing (Penginderaan Jauh)
PENGINDERAAN
JAUH (remote
sensing)
Penginderaan jarak jauh atau yang
sering disingkat sebagai inderaja (remote
sensing) telah berkembang pesat di Indonesia. Secara umum inderaja
didefinisikan sebagai ilmu, teknologi dan seni dalam memperoleh informasi
mengenai objek atau fenomena di (dekat) permukaan bumi “tanpa kontak langsung” dengan objek atau fenomena yang dikaji,
melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi
yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman
tersebut dalam bentuk citra.
KOMPONEN REMOTE SENSING
a.
Tenaga
Sumber tenaga yang digunakan dalam
penginderaan jauh yaitu tenaga alami dan buatan. Tenaga alami berasal dari
matahari dan tenaga buatan biasa disebut pulsa. Penginderaan jauh yang
menggunakan tenaga matahari disebut sistem pasif, system pasif dengan cara
merekam tenaga pantulan maupun pancaran .Sedangkan yang menggunakan tenaga
pulsa disebut system aktif. Kelebihan dengan menggunakan pulsa yakni dapat
digunakan untuk pengambilan gambar pada malam hari.
b.
Objek
Objek penginderaan jauh adalah semua
benda yang ada di permukaan bumi, seperti: tanah, gunung, air, vegetasi, dan
hasil budidaya manusia, kota, lahan pertanian, hutan atau benda-benda di
angkasa seperti awan.
c.
Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan
untuk menerima tenaga pantulan maupun pancaran radiasi elektromagnetik.
Contohnya kamera udara dan scanner.
d.
Detektor
Detektor adalah alat perekam yang
terdapat pada sensor untuk merekam tenaga pantulan maupun pancaran.
e.
Wahana
Sarana untuk menyimpan sensor,
seperti: pesawat terbang, satelit, dan pesawat ulang-alik.
SISTEM PENGINDERAAN
JAUH
Sistem penginderaan jauh dibedakan atas system
fotografik dan non-fotografik. Sistem fotografik memiliki keunggulan sederhana,
tidak mahal, dan kualitasnya baik. Sistem elektronik kelebihannya memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dan lebih akurat dalam membedakan objek dan proses
analisisnya lebih cepat karena menggunakan computer.
Berdasarkan tenaga yang digunakan, system penginderaan
jauh dibedakan atas tenaga pancaran dan tenaga pantulan.
Berdasarkan wahananya dibedakan atas sistem penginderaan
dirgantara (airborne system) dan
antariksa (spaceborne system).
Berdasarkan cara analisis dan interpretasi
datanya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara digital.
Data penginderaan jauh dapat berupa citra foto
dan citra digital. Citra adalah gambaran rekaman suatu objek pada foto.
Terdapat beberapa alasan yang melandasi peningkatan penggunaan citra penginderaan
jauh, yaitu sebagai berikut:
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan
gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letaknya yang mirip dengan permukaan
bumi.
2. Citra menggambarkan objek, daerah, dan
gejala yang relative lengkap, meliputi daerah yang luas dan permanen.
3. Dari jenis citra tertentu dapat
ditimbulkan gambaran tiga dimensi apabila pengamatannya dilakukan dengan
stereoskop.
4. Citra dapat dibuat secara cepat
meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
Citra foto dapat dianalisis secara visual.
Citra foto dibedakan berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan,
yaitu:
a. Foto ultraviolet, foto yang dibuat
dengan menggunakan spektrum ultraviolet dari spektrum ultraviolet dekat hingga
panjang gelombang 0,29 µm.
b. Foto ortokromatik, foto yang dibuat
dengan menggunakan spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4
µm – 0,56 µm).
c. Foto pankromatik, yaitu foto yang
dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum tampak.
d. Foto inframerah asli, yaitu foto yang
dibuat dengan menggunakan spektrum inframerah dekat hingga panjang gelombang
0,9 µm dan hingga 1,2 µm bagi film inframerah dekat yang dibuat secara khusus.
Berdasarkan kamera yang digunakan:
a. Foto tunggal, yaitu foto yang dibuat
dengan kamera tunggal.
b. Foto jamak, yaitu beberapa foto yang
dibuat pada saat yang sama dan menggambarkan daerah liputan yang sama. Foto
jamak dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu dengan multikamera atau beberapa
kamera yang masing-masing diarahkan pada satu daerah sasaran, kamera multilensa
atau satu kamera dengan beberapa lensa, dan kamera tunggal yang berlensa
tunggal dengan pengurai warna.
Berdasarkan warna yang digunakan, foto udara
dibedakan atas:
a. Foto berwarna semu (false color) atau foto inframerah
berwarna. Pada foto berwarna semu warna objek tidak sama dengan warna foto.
Objek seperti vegetasi yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spektrum inframerah
tampak merah pada foto.
b. Foto warna asli (true color), yaitu foto pankromatik berwarna.
Citra digital dapat dianalisis dengan
menggunakan komputer. Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan
yaitu:
a. Citra inframerah termal yaitu citra
yang dibuat dengan spektrum inframerah termal.
b. Citra radar dan citra gelombang mikro,
yaitu citra yang dibuat dengan spectrum gelombang mikro.
Berdasarkan wahananya dibedakan atas:
a. Citra dirgantara (airborne image) yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang
beroperasi di udara. Misalnya citra inframerah termal, citra radar.
b. Citra satelit (satellite/ spaceborne image) yaitu citra yang dibuat dari antariksa
atau luar angkasa. Citra satelit dibedakan berdasarkan penggunaannya, yaitu:
1) Citra satelit untuk penginderaan
planet, seperti: Ranger (Amerika Serikat), Viking (Amerika Serikat), Luna (Rusia),
da venera (Rusia).
2) Citra satelit untuk penginderaan
cuaca, misalnya citra NOAA (Amerika Serikat), dan citra meteor (Rusia).
3) Citra satelit untuk penginderaan
sumber daya bumi, seperti Landsat (Amerika Serikat), Soyus (Rusia), dan SPOT (Perancis).
4) Citra satelit untuk penginderaan laut,
seperti Seasat (Amerika Serikat) dan citra MOS (Jepang).
INTERPRETASI CITRA
Interpretasi
citra adalah kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Di
dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan
yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah
pengamatan atas adanya objek, identifikasi ialah upaya mencirikan objek yang
telah dideteksi dengan menggunakan keterangan cukup, sedangkan analisis ialah
tahap mengumpulkan keterangan lebih lanjut.
Interpretasi
citra dapat dilakukan melalui dua cara:
a.
Interpretasi citra visual
Interpretasi
visual dilakukan pada citra hardcopy ataupun citra yang tertayang pada monitor komputer.
Interpretasi visual adalah aktivitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi
yang tergambar pada citra untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya.
Unsur Interpretasi citra terdiri atas sembilan
unsur antara lain:
a. Rona dan warna (tone/color)
Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan
objek pada citra. Adapun warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona
ditunjukkan dengan gelap-putih. Ada tingkat kegelapan warna biru, hijau, merah,
kuning, dan jingga. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu
putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam.
Karakteristik objek yang mempengaruhi rona,
untuk permukaan yang kasar cenderung menimbulkan rona gelap, warna objek yang
gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah/ lembab cenderung
menimbulkan rona gelap. Contohnya pada foto pankromatik, air akan tampak gelap,
atap dari seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih, sedangkan atap
sirap ronanya hitam.
b. Bentuk (shape)
Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak
objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja seperti bentuk memanjang,
lingkaran, dan segi empat. Contoh gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf (I,
L, U) atau berbentuk empat persegi panjang. Rumah sakit berbentuk empat persegi
panjang.
c. Ukuran (size)
Berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume, selalu berkaitan dengan skalanya. Ukuran rumah sering mencirikan apakah
rumah tersebut rumah mukim, kantor, atau industri. Contoh rumah mukim pada
umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan kantor atau pabrik. Ukuran lapangan
sepak bola 80m x 100m , lapangan tenis 15m x 30m, dan 8m x 15m bagi lapangan
bulu tangkis.
d. Kekasaran (texture)
Tekstur adalah halus kasarnya objek pada
citra. Contoh pengenalan objek berdasarkan tekstur:
1) Hutan bertekstur kasar, belukar
bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
2) Tanaman padi bertekstur halus, tanaman
tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.
3) Permukaan air yang tenang bertekstur
halus.
e. Pola (pattern)
Pola adalah hubungan susunan spasial objek.
Pola memiliki ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. Pola
aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah. Misalnya
pola aliran sungai trellis, menandai struktur lipatan. Kebun karet, kelapa sawit
dan kebun kopi memiliki pola yang teratur sehingga dapat dibedakan dengan
hutan.
f.
Bayangan
(shadow)
Bayangan bersifat menyembunyikan objek yang
berada di daerah gelap. Bayangan dapat digunakan untuk objek yang memiliki ketinggian,
seperti objek bangunan, patahan, menara.
g. Situs (site)
Kaitan dengan lingkungan sekitarnya, tajuk
pohon yang berbentuk bintang menunjukkan pohon palma, yang dapat berupa kelapa
sawit, enau, sagu, dipah, dan jenis palma lainnya. Bila polanya menggerombol
dan situsnya di air payau maka dimungkinkan adalah nipah.
h. Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang
satu dengan objek lainnya. Suatu objek pada citra merupakan petunjuk bagi
adanya objek lain. Stasiun kereta api berasosiasi dengan rel kereta api yang
jumlahnya bercabang. Sedangkan pada lapangan bola tidak hanya bentuknya yang
persegi panjang namun juga ditandai dengan situsnya yang berupa gawang.
i.
Konvergensi
bukti
Konversi bukti adalah teknik interpretasi
dengan menggabungkan beberapa unsur interpretasi untuk menemukan objeknya.
Misalnya pada foto udara terdapat pohon yang berbentuk bintang dengan pola yang
tidak teratur dan ukurannya 10 m dan tumbuh di daerah payau (situsnya).
Sehingga dapat dilihat bahwa pohon tersebut adalah sagu.
b.
Interpretasi citra digital
Interpretasi citra digital
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut
1. Menginstal program (software) untuk
mengolah citra, seperti: Er-Mapper atau ENVI.
2. Impor data, mengimpor data satelit
yang akan digunakan ke dalam format Er-Mapper.
3. Menampilkan citra untuk mengetahui
kualitasnya, jika citra jelek seperti tertutup banyak awan maka proses
pengolahan citra sebaiknya tidak dilanjutkan.
4. Rektifikasi data, untuk mengoreksi kesalahan geometrik
sehingga koordinat citra sama dengan koordinat bumi.
5. Mozaik citra, menghubungkan beberapa
citra yang saling bertampalan.
6. Penajaman citra, memperbaiki kualitas
citra sehingga mempermudah pengguna dalam menginterpretasi citra.
7. Komposisi peta, membuat peta hasil
interpretasi citra dengan menambahkan unsur-unsur peta seperti symbol, legenda,
skala, koordinat, dan arah mata angin.
8. Pencetakan, output peta citra yang
hasilnya dapat digunakan tergantung keperluan.
CIRI-CIRI DATA PENGINDERAAN JAUH
- Standar teknik
penginderaan jauh ditekankan pada:
- aplikasi yang melibatkan gelombang sinar tampak
- gelombang dekat-inframerah (near infrared).
- Dihasilkan dalam bentuk analog (film)
atau bentuk digital
- untuk mengumpulkan,
menyimpan, memanipulasi,
- dan menganalisis sumber
daya alam
- dan penutupan lahan/data penggunaan
lahan.
- data PJ dianggap
sebagai sumber data objektif dan tidak memihak
- Keterbatasan data PJ umumnya dapat mempengaruhi analisis:
o faktor resolusi: spasial (ukuran piksel),
o spektral, temporal (frekuensi pengumpulan),
o radiometrik (jumlah bit),
o dan geometris
- Fotografi standar dalam PJ tidak dapat membedakan vegetasi hidup dan
vegetasi mati à semua tampak hijau
- film warna
inframerah, dapat membedakan vegetasi yang tumbuh dan yang mati à perbedaan
pemantulan pada panjang gelombang inframerah dekat (tidak terlihat), karenanya ada istilah kamuflase deteksi film. Untuk
peningkatan analisis dan interpretasi biasanya digunakan spektrum gabungan.
Data yang
dikumpulkan oleh sistem PJ dapat ;
1. dalam format
analog yang lain (cetakan foto udara atau data video)
2. format
digital (matrik angka dari nilai kecerahan “brightness value” à berhubungan
dengan rata-rata ukuran radiasi dalam
sebuah pixel gambar).
PJ membutuhkan 4
karakteristik resolusi dasar :
1. Resolusi
Spasial (Spatial resolution) à ukuran
jarak minimum antara dua objek yang akan kita abaikan untuk diferensiasi dari
satu ke yang lain dalam sebuah gambar.
2. Resolusi
Spektral (Spectral resolution) à mengarah ke
jumlah dan ukuran dari band yang mampu di rekam.
Sensor
Lansat TM mengoleksi tujuh band spasial termasuk
(1)
0.45–0.52 mm == (blue),
(2)
0.52–0.60 mm == (green),
(3)
0.63–0.69 mm == (red),
(4)
0.76–0.90 mm == (near-IR),
(5)
1.55–1.75 mm == (short IR),
(6) 10.4–12.5 mm == (thermal IR),
(7) 2.08–2.35 mm == (short IR).
3. Resolusi Radiometrik
(Radiometric resolution) à kepekaan
dari sensor untuk cahaya masuk, à berupa banyak
perubahan cahaya yang harus ada pada sensor sebelum terjadi perubahan nilai
kecerahan
4. Resolusi
Temporer (Temporal
resolution) à mengarah ke jumlah
waktu yang dibutuhkan sensor untuk kembali ke lokasi pencitraan sebelumnya. Hal ini penting untuk mendapatkan citra pengulangan atau pencitraan dekat
pengulangan objek dilokasi yang sama (perubahan fenomena alam).
DAFTAR PUSTAKA
DigitalGlobe. 2007. QuickBird Imagery Products (Product Guide). DigitalGlobe,Inc., Longmont.
ESRI. 1998. Spatial Analyst. Environmental System Research Institute (ESRI)
Inc., Redlands California.
Lo, C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan (Terjemahan). Universitas Indonesia
Press.
Mather, P.M. 1987. Computer Processing of Remotly Sensed Data. Jhon Willey & Sons,
London.
Somantri, Lili. TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
(REMOTE SENSING).
Suharyadi. 2001. Penginderaan Jauh untuk Studi Kota. Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar